Kenzo Tange : Pemadu Arsitektur Tradisional Jepang dan Modern Barat
Mungkin sebagian kita bertanya, adakah tugu memorial bagi korban pengeboman Hirosima dan Nagasaki ? Di Bali, kita punya tugu peringatan korban bom Bali. Di New York, ada Ground Zero bagi korban tragedi WTC. Di Jepang, ternyata sudah lebih dulu ada monumen semacam itu, yaitu Hiroshima Peace Center yang dibangun untuk memperingati tragedi memilukan di negeri matahari terbit usai Perang Dunia II. Perancangnya Kenzo Tange. Bangunan itu karya pertamanya.
Ledakan bom Hiroshima
Setelah 300 tahun terisolasi di bawah Shogun Tokugawa, Jepang memulai proses modernisasi luarbiasa dengan Restorasi Meiji. Proses ini tak hanya transformasi fisik, tapi juga spiritual, sehingga masa lalu tetap hidup dalam pikiran orang Jepang masa kini. Penerimaan modernisasi seperti ini menjadi dimensi baru, menjadikan berwarna untuk mengantisipasi masa depan.
Istana Himeji
Tange pandai menyaring esensi spirit modern lalu mengawinkannya ke dalam pemahaman mendalam budaya tradisional Jepang, seperti terlihat pada Hiroshima Peace Center.
Bangunan yang dimenangkan Tange melalui kompetisi ini didirikan di area jatuhnya bom atom, di kawasan luas terbuka yang dibiarkan seperti keadaan semula, lengkap dengan reruntuhan gedungnya. Monumen utama berujud pelengkung beton sederhana yang diekspos, berpenampang hiperbola yang mengatapi titik jatuhnya bom. Ada museum dan pusat komunitas di dekatnya.
Arsitekturnya terpengaruh cubism-nya Le Corbusier, terlihat di bagian atas kolong jajaran kolom. Teras mengelilingi bagian bawah Community Center. Pembatas kaca antara teras dan ruang dalam memudahkan pengunjung yang berada di dalam melihat reruntuhan dan titik bom di luar.
Community Center, Hiroshima PC
Konsep arsitektur tradisional Jepang diterapkan melalui kesederhanaan bentuk, tata unit, penonjolan elemen yang disusun selaras dalam komposisi garis dan bidang horisontal seperti halnya rumah-rumah, istana dan kuil Jepang. Karya yang sering disebut ‘inti spiritual kota’ ini, menjadi simbol kerinduan manusia akan perdamaian.
MASA AWAL dan AKHIR
Kenzo Tange
Menarik, mengetahui seseorang mengawali karir dengan gemilang, lalu mempertahankan kerja hebatnya hingga akhir, dan menjadi ikon bagi negerinya. Kenzo lahir di Sakai, Osaka, Jepang, 4 September 1913. Sejak SMP Kenzo ingin jadi arsitek diawali keterpesonaannya pada buku Le Corbusier. Karya-karya Le Corbusier terus menyetir imajinasi Kenzo, sampai ia menjadi siswa jurusan arsitektur di fakultas teknik Universitas Tokyo tahun 1935.
Setelah lulus sarjana Kenzo bekerja beberapa tahun sebagai arsitek profesional di studio seniornya, Kunio Mayekawa. Keduanya pernah bekerja pada Le Corbusier pada masa cubism yang mempengaruhi desain mereka selanjutnya. Tahun 1941, Tange kembali ke Universitas Tokyo untuk meraih gelar master ( 1945 ). Ia menjadi profesor tamu di MIT, Harvard, Yale, Princeton, Universitas Washington, Institut Teknologi Illinois, Universitas California di Berkeley, Universitas Alabama dan Universitas Toronto, Kanada.
Tange meraih popularitas internasionalnya lewat desain gymnasium olimpiade musim panas tahun 1964 di Tokyo. Salah satu bangunan terindah abad 20. Ia wafat 22 Maret 2005. Pemakaman berlangsung khidmat di Katedral Tokyo, hasil rancangannya.
KARYA INTERNASIONAL
Kompleks Olimpiade Tokyo
Yoyogi National Gymnasium dan kolam renang tertutup olimpiade musim panas Tokyo tahun 1964 karya Tange memperagakan kecanggihan teknologi struktural abad 20. Konsep ruangnya asli dan berani. Kedua bangunan ini menggunakan sistem struktur mutakhir seperti katedral Santa Maria dengan sistem tenda dan kabel baja yang berfungsi sebagai penahan gaya tarik semua elemen secara terintegrasi. Struktur atap dari kabel baja berbentuk parabol hiperbolik.
Celah pada punggung tenda diatapi kaca, menyatu dengan konstruksi penerangan buatan. Pada gymnasium, struktur utamanya berupa satu konstruksi berdenah bujur sangkar yang mengecil ke atas seperti menara, tempat tumpuan kabel baja yang menebar seperti jala membentuk denah garis dan lingkaran. Sedang pada kolam renang, struktur pemegangnya berupa dua buah tiang. Secara keseluruhan terlihat dramatik, mendemonstrasikan kreativitas Tange dalam memadukan kekuatan, keindahan bentuk, fungsi ekonomis, fungsi ruang dan sistem struktur. Satu dari landmark sejarah arsitektur modern dan memastikan reputasi internasional bagi Tange. Ia meraih Pritzker Architecture Prize Laureate tahun 1987.
Tokyo Expo
DIFERENSIASI
Bagi Tange, arsitektur mesti punya sesuatu yang menyeru hati manusia. Bentuk dasar, ruang dan penampakannya mesti logis. Kerja kreatif terekspresikan di masanya sebagai perpaduan teknologi dan kemanusiaan. Peran tradisi sebagai katalis, senyawa, yang tak lagi terlihat di hasil akhir. Tradisi bisa berperan dalam kreasi, tapi tak lagi menjadi kreativitas itu sendiri.
Prinsip arsitektur tradisional Jepang adalah kesederhanaan. Tange menerapkan dalam karyanya dengan cara menonjolkan elemen konstruksi hingga sekaligus berfungsi estetik. Tak ada elemen hiasan selain konstruksi balok, konsol, yang diekspos seperti konstruksi kayu. Kontras yang timbul dari perbedaan karakter antara tekstur kasar beton exposed dan permukaan halus balok vertikal, juga antara bidang halus putih dan kaca warna gelap, tampak mengesankan.
Dalam beberapa karya, misalnya Metropolitan Government Offices di Tokyo, Balai Kota Kurashiki di Okayama, Prefecture Office Kagawa di Takamatsu dan Yamanashi Communication Center, balok dan kolom beton diperlakukan dan diekspos seperti dari kayu. Ujung balok induk dan balok anak yang menyangga pelat lantai koridor luar ditonjolkan seolah rusuk bawah atap yang berderet pada rumah tradisional Jepang. Permukaan kolom dan balok beton dibiarkan kasar seperti tekstur bergaris kayu pencetaknya. Bidang pengisi terbuat dari bahan ringan, tipis berwarna putih seperti pada rumah-rumah Jepang yang dijendelai kertas atau kaca buram.
Interior Kagawa Prefecture, balok dan kolom beton diekspos seperti kayu. Jendela dibuat seperti di rumah tradisional Jepang.
TRADISI DENGAN NAFAS MODERN
Arsitektur tak sekedar berbentuk kotak, tapi mesti menyentuh emosi manusia, dari mulai display jendela kecil sampai bangunan besar di pinggir jalan.
Trend Post-Modernism tak lagi sekedar campuran ekletik dari elemen estetik. Antara modern dan klasik. Antara Timur dan Barat. Tange giat mencari petunjuk, meski sangat kecil dan tidak mudah, untuk menjawab semua tantangan desain.
Tiga elemen yang sering dibahas Tange adalah manusia, emosi dan elemen sensualnya yaitu teknologi pintar dan struktur ruang.
“Melalui studi lebih lanjut”, ujar Tange,”kita yang ada di era arsitektur transisi sekarang akan menemukan gaya baru yang lebih cocok, sehingga tiga elemen tadi bisa terekspresikan dalam sebuah sistem yang konsisten”.
Arsitek yang kerap memberi sentuhan personal pada karya futuristiknya ini salah satu arsitek terpenting abad 20. Spesialisasinya, memadukan gaya tradisional Jepang dengan nafas modern, yang diaplikasikan pada banyak bangunan penting di lima benua. Talenta, energi dan karir cukup panjang dari seorang Kenzo mengantarkannya menjadi klasik. Dalam menyiapkan desain, Tange senantiasa menggali, mengangkat, menampilkan bentuk-bentuk peninggalan kuno yang terlupakan menjadi adikarya yang mempesona.
Kiprah profesionalnya selama 80 tahun menjadikan Tange seorang teoritikus arsitektur andal, guru yang menginspirasi banyak orang. Keyakinan dan harapan tinggi akan masa depan sekaligus penghargaannya pada masa lalu, terbukti berhasil membakar energi dan spirit salah satu arsitek paling produktif dunia ini. ( A.Savitri / pelbagai sumber )
0 komentar:
Posting Komentar